JAKARTA - Rancangan
Undang-Undang Desa akhirnya diketok menjadi undang-undang dalam rapat
paripurna DPR, Rabu (18/12). Dengan ketentuan alokasi sebesar 10 persen
dari dana transfer daerah APBN, tiap desa bisa mengelola anggaran hingga
Rp 1 miliar setiap tahun.
Jika besaran 10 persen itu mencapai Rp
104,6 triliun, kemudian dibagi sekitar 72 ribu desa, maka rata-rata bisa
menerima 1,4 miliar pertahun. Anggota Pansus RUU Desa Budiman
Sudjatmiko mengatakan, angka tersebut tidak sama antara satu desa dengan
desa lainnya.
"Besarnya alokasi disesuaikan dengan
jumlah penduduk, luas wilayah, kondisi desa, kesulitan geografis dan
lainnya," kata Budiman seusai rapat paripurna di gedung DPR.
Dalam pasal 72 ayat (4) UU Desa
disebutkan, alokasi dana desa dari APBN paling 10 persen dari dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi
dana alokasi khusus. Sebelumnya, menurut Budiman, desa hanya mendapatan
anggaran dari APBD.
Ketua Pansus RUU Desa Ahmad Muqowam
mengatakan, alokasi anggaran yang berasal dari APBN bersumber dari
belanja pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara
merata dan berkeadilan. Pasal penjelasan UU Desa menyebutkan, besaran
alokasi anggaran yang diperuntukkan langsung ke desa ditentukan 10
persen dari dan di luar dana transfer daerah (on top) secara bertahap.
"Bagi kabupaten/kota yang tidak
memberikan alokasi dana tersebut, pemerintah dapat melakukan penundaan
dan atau pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi
dana alokasi khusus yang seharusnya disalurkan ke desa," terang Muqowam.
Dalam forum rapat paripurna, sejumlah
interupsi mewarnai pengesahan RUU Desa menjadi UU. Salah satunya adalah
wanti-wanti agar tidak terjadi praktik penyimpangan dengan besarnya
anggaran untuk desa. "Harus ada pembinaan, penyuluhan dari kementerian
dalam negeri agar tidak kades yang masuk penjara. Sudah cukup gubernur,
bupati, walikota saja yang masuk penjara," pesan anggota Fraksi PKS
Nasir Djamil.
Terkait dengan hal itu, Budiman
mengatakan, rancangan anggaran dan pendapatan belanja desa diajukan oleh
kepala desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa
(BPD). Nah, pemerintah juga ikut memiliki tugas untuk memberikan
pendampingan dan fasilitator dalam pengelolaan anggaran itu.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso
mengatakan, UU Desa sudah disusun dengan mengantisipasi penyimpangan
anggaran. Itu tercermin dari adanya pembentukan BPD yang akan mengawasi
jalannya pemerintahan desa oleh kepala desa dan aparat desa lainnya. BPD
beranggotakan sembilan orang dari berbagain unsur yang ada di desa.
"Ada sebagian yang mengkhawatirkan akan terjadinya praktik korupsi di tingkat desa. Tapi itu sudah diantisipasi dengan pembentukan BPD," kata Priyo. Dia mengatakan, evaluasi dan koreksi juga akan dilakukan terhadap pemerintah desa, termasuk pengelolaan anggaran. (fal/ken)
"Ada sebagian yang mengkhawatirkan akan terjadinya praktik korupsi di tingkat desa. Tapi itu sudah diantisipasi dengan pembentukan BPD," kata Priyo. Dia mengatakan, evaluasi dan koreksi juga akan dilakukan terhadap pemerintah desa, termasuk pengelolaan anggaran. (fal/ken)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar